Ilustrasi: Situasi Pasar Tradisional |
Di Pasar tradisional sering terjadi para pedagang yang datang dini hari untuk mulai membuka dagangannya, sambil minum kopi mereka saling curhat.
Kesukaran-kesukaran cari barang dagangan, harga yang terus naik
tetapi modal pas-pasan, hingga masalah transportasi mereka itu menjadi topik
pembicaraan.
Besoknya berlanjut membicarakan topik yang sama. Seolah-olah
beban mereka begitu beratnya. Bahkan topik-topik itu terus dibuat semacam 'menu sehari-hari' tiap pagi mereka membuka lapak.
Jiwa mereka rasanya begitu tertekan dengan beratnya
persoalan hidup. Padahal mereka itu bisa semua melewatinya hingga bertahun-tahun.Apakah itu benar-benar beban hidup yang sejati ? Jangan-jangan kita cuma latah ikut-ikutaan tradisi coffee-morning
macam begitu ?
Beberapa kawan menikmati liburan ke Eropa setelah mereka
terima deviden dari perusahaannya. Semua bersuka-cita. Istri-istri mereka mulai
pasang jurus untuk shopping ke seantero kota-kota butik bahkan non butik di Eropa
sana. Semuanya berbahagia. Tapi tahukah saudara, ternyata kebahagiaan mereka itu semu? Sebab setiap pertemuan mereka ini yang dibicarakan adalah
beratnya beban perusahaan, baik mengenai UU perburuhan (hari Buruh bertepatan dengan
sekitar tanggal RUPS perusahaan), rencana memindahkan lokasi perusahaan (berkenaan dengan
saving), peraturan Pajak, Cukai & perizinan, hingga masalah kompetitor yang
memainkan praktik ilegal dan masalah back-street mereka.
Yang para istri juga tidak kalah serunya menambah beban
hidup mereka dengan gosipin siapa aja, yang menambah beban otak mereka untuk
memikir maupun mengingat-ingat/me-memori (padahal itu kalau tidak dibicarakan,
otak bisa istirahat). Belum lagi tentang kenakalan mereka sendiri. Padahal bertahun-tahun mereka tetap hidup berkelimpahan
hingga mereka tak kuasa mengendalikan laju-keinginannya sendiri.
Dari dua contoh di atas, kita perhatikan, ada nasib malang
buat jiwa/otak mereka yang memang sengaja tanpa sadar mereka sendiri yang
mengundangnya bukan? Ilmu dunia menawarkan kelepasan buat beban mental kita,
melalui filsafat-filsafat hidup yang diusung oleh para Motivator. TUHAN pun menawarkan kelepasan bagi mereka yang letih lesu
& berbeban berat, melalui penyegaran jiwa yang diberikan kepada kita
melalui Kitab Suci.
Namun kita manja, tidak mau membaca & merenungkan setiap
saat setiap hari. Mintanya disuapin oleh Pemimpin Rohani kita. Padahal di akhir zaman ini, beliau yang kita gadang-gadang bisa
menolong melepaskan tekanan hidup/jiwa kita, malah justru memakai kesempatan tersebut
untuk melampiaskan hawa nafsu ketamakan mereka. Jadi kita harus jeli-jeli memilih beliau-beliau ini.
Sesungguhnya.... ALLAH SWT telah memberi kita solusi.
Perbanyak berdoa & sampaikan semua masalah kita sebagai
curhat kepada ALLAH.
Tapi harus dengan hati yang tidak 'kemrungsung'
akibat dikuasai keinginan yang menggebu-gebu. Sampaikan begini : Mengapa ya ALLAH jiwaku ini tertekan oleh
Si A & Si B ? Mengapa pula ada kejadian......yang tidak mengenakkan hatiku
?
Sampaikan aja semua keluhan-keluhan kita itu kepada-NYA.
Hingga hati kita mulai dingin, baru mohonkanlah petunjuk
dari Sang Pemilik Hidup.
Karena kalau hati sudah dingin, berarti jiwa kita tidak
dikuasai oleh hawa nafsu lagi. Mulai semeleh/bisa menerima kenyataan.
Hal ini juga terjadi dalam hidupnya Nabi Daud/Dawud. Itu
tertuang dalam Kitab Zabur/Mazmur sebagai berikut :
Mazmur 42:5 (TB)
(42-6) Mengapa engkau
'tertekan', hai jiwaku, dan
gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur
lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!
Mazmur 42:11 (TB)
(42-12) Mengapa engkau
'tertekan', hai jiwaku, dan
mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku
bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!
Mazmur 43:5 (TB)
Mengapa engkau 'tertekan', hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di
dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya,
penolongku dan Allahku!
Mazmur 77:4 (BIMK)
(77-5) TUHAN membuat 'aku tak
bisa tidur' di waktu malam, aku gelisah
sehingga tak dapat berbicara.
Ternyata penyebab jiwa kita tertekan itu adalah: seringnya
kita memicu bathin kita untuk berfantasi/mengkhayalkan apa yang menjadi
keinginan perasaan kita.
Contoh :
Saat kita diliputi oleh perasaan sombong & kuatir, sebagai
yang paling dominan.
Maka jiwa kita sering membuat film sendiri berdasarkan kedua
perasaan tersebut di dalam alam khayal kita.
Nah di sini saudara-saudara pasti protes, bagaimana mungkin kita tidak
berpikir caranya mencari solusi ?! Tentu ! Tapi kita salah me-manage jiwa kita dengan mencampurkan
perasaan sombong itu ikut-ikutan minta diberi porsi.
Harusnya pada saat kita berdoa mohon jalan keluar kepada
ALLAH itu, kita juga introspeksi, masihkah ada perasaannya Iblis seperti sombong
& kuatir itu dalam hati kita ?Bila masih ada, kita doakan dulu, agar dilepaskan dari kedua
perasaan tersebut. Berdoalah terus-menerus berulang-kali hingga kita benar-benar
terlepas dari belenggu perasaan sombong & kuatir tersebut. Bila kita sudah tenang, alias tidak dikuasai oleh perasannya
Iblis tersebut, baru kita berdoa minta petunjuk jalan keluar dari ALLAH SWT.
Pada saat hati kita sudah suci, baru bathin kita bisa 'mendengar'
atau 'meraba-raba TANDA dari
ALLAH' ( karena sudah tidak gemuruh dengan
keinginan perasaan kita ). Tapi yang pasti, pada saat kita bisa terlepas dari
belenggu 'penjajah' tersebut, jiwa kita bisa plong tidak tertekan
lagi.
Lihat & renungkan penyebab jiwa kita tertekan di bawah
ini :
Ratapan 3:20 (BIMK)
Terus-menerus 'hal itu' kupikirkan, sehingga batinku tertekan.
Jadi STOP semua
'memikirkan keinginan-perasaannya Iblis'
seperti kedua contoh di atas.Karena itulah yang
'membuat jiwa kita tertekan' hingga bisa bikin stress. Mari kita berharap kepada ALLAH saja untuk melepaskan
keinginan-perasaan Iblis yang ada dalam diri kita dengan berdoa & melakukan
petunjuk-petunjuk-NYA dengan niat yang ikhlas. Niscaya IA pasti menolong kita. Amin.
(Penulis: Pdt. Israel Yacob Hadi Winarto)
Lihat Juga:
0 comments:
Post a Comment