Di gugusan bintang-bintang nun jauh,
Kudengar suara gelak tawa bahagia.
Semakin malam, semakin jelas.
Sunyi sepi di sini,
Sendiri dan tiada kehidupan.
Tapak demi tapak kudengar.
Siapakah engkau?
Kubur, dan kuburkan duniamu.
Larilah ke gunung yang tinggi.
Mata dan telingamu kan terbuka.
Kan kau lihat dan dengar tetanggamu.
Dialah yang membisiki James Watt.
Juga Thomas Alfa Edison.
Membuat kita merevolusi budaya.
Naas nian,
Maksud hati beri terang di rumah,
Tangan jahil menyalah gunakan,
Mesin perang massal diciptakan.
Rekayasa digital jadi bumerang.
Lahirnya tekhnologi menginspirasi
Pengumbaran keinginan nan liar.
Petunjuk hidup,
Dipakai sebagai tata niaga.
Menghasilkan buah fantasi.
Sang Pencipta duduk bahagia,
Di halaman planet tetangga.
Menghibur duka tatkala melihat Bumi.
Telah 4.000 tahun kita mengaku,
Sebagai keturunan Ibrahim nan taqwa.
Namun.... selama itu tanah merekam.
Aksi penuh hipokrit mewarnai sejarah.
Lupakah kita akan destinasi hidup ?
Lahir, ujian, pulang, terminal, tujuan.
Rahasia hidup sudah diberi.
Ada kehidupan abadi usai kematian.
Janganlah keraskan hati.
Mari buka jendela hati,
Agar ada terang dalam rumah.
Maka kita akan sadar...
Meninggalkan rumah nan gelap.
Larilah, larilah, larilah lekas lekas.
Air bah itu mengejar kita.
Ingin menerkam dan melumat kita.
Jangan toleh ke belakang.
Buang beban dan cita-cita.
Tak ada artinya bukan ?
Jejakkan kaki menuju bahtera,
Tempat suci nan bawa selamat.
Lompatlah segera dari jendela,
Waktu kian menipis.
Berpacu dengan usia dan ajal.
Lupakan bahagia nan fana.
Songsonglah nasib baik.
Bangunlah jiwaku...
(Arsip tanggal 16 November 2017)
(Penulis: Pdt. Israel
Yacob Hadi Winarto)
◈✽◈ ◈✽◈ ◈✽◈ ◈✽◈ ◈✽◈ ◈✽◈ ◈✽◈ ◈✽◈
0 comments:
Post a Comment