Tadinya aku
mau membunyikan klason lagi, tapi perasaanku mengatakan aku harus keluar dan
mengetuk pintu rumah itu saja.
Aku membuka
pintu mobil, berjalan melalui taman di depan rumahnya. “Taman yang cukup
terawat”, pikirku. Aku mulai mengetuk pintu rumahnya.
Terdengar
sebuah suara, “Hanya satu menit lagi... tunggu sebentar ya”.
Suaranya
lemah, sepertinya sudah berusia senja. Lalu aku dengar langkah kaki dan sesuatu
yang diseret menuju ke pintu tempat aku berdiri.
Tak lama
pintu terbuka. Seorang wanita tua berdiri di depanku. Dia mengenakan baju
berwarna ungu dan kerudung berwarna senada yang dipakai di atas kepalanya. Aku
menebak umurnya mungkin sekitar 70-an tahun. Di sampingnya terdapat sebuah
koper kecil yang tadi terdengar diseret. Tidak ada orang lain di rumah itu.
Bahkan aku perhatikan semua perabotan disana sudah kosong. Terlihat
beberapa dus bekas dan meja kecil yang ditutup koran. Sepertinya pemiliknya
akan meninggalkan rumah itu dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak ingin
kembali kesana.
“Apakah Anda
bisa membawa koper saya ke mobil?" dia bertanya.
Aku
mengangguk lalu mengambil koper dan memasukkannya dalam bagasi taksi, kemudian
kembali untuk membantu wanita itu.
Dia memegang
lenganku dan kami berjalan perlahan menuju tepi jalan tempat aku memarkirkan
kendaraanku. Wanita tua itu berterima kasih kepadaku karena mau memegangnya
saat menuju taksi tadi.
"Tidak
mengapa Bu...! Itu sudah seharusnya saya lakukan. Saya jadi
teringat Ibu saya sendiri. Saya senang jika Ibu saya diperlakukan dengan baik
oleh orang lain.Jadi sudah
seharusnya saya juga melakukan hal yang sama pada Ibu”.
"Oh ! Anda
sepertinya anak yang baik ya”, katanya.
Aku hanya
tersenyum. Ketika kami sampai di dalam taksi, wanita itu memberi aku sebuah
alamat dan kemudian bertanya, "Bisakah Anda berkendara melalui pusat kota?"
"Pusat
kota ? Bukankah itu malah menjadi lebih jauh kalau mau ke alamat ini Bu
?," jawabku cepat.
"Oh, ! Saya
tidak keberatan. Saya tidak terburu-buru. Saya sedang dalam perjalanan ke panti
jompo Nak”.
Aku melihat
di kaca spion. Matanya berkilauan sepertinya dia menahan tangis. Terlihat jelas
ada kesedihan terpendam di wajahnya.
"Saya
tidak punya keluarga lagi Nak..!" lanjutnya dengan suara lembut.
“Suami saya
sudah meninggal, saya tidak punya anak. Dokter mengatakan saya punya penyakit
serius. Jika sendirian di rumah, dokter khawatir terjadi apa-apa dengan saya. Jadi
dokter menyarankan agar sisa hidup saya ini dihabiskan di panti jompo saja
Nak".
Aku
diam-diam mengulurkan tangan dan mematikan argometer.
“Ibu ingin
lewat jalan apa ? Biar saya antar jalan-jalan dengan taksi saya ini”.
Ibu itu pun
lalu memintaku untuk melewati jalan di kota yang cukup ramai. Beliau
menunjukkan gedung tempat dia pernah bekerja sebagai seorang sekretaris. Kami
melaju melalui sebuah perumahan, di mana ia dan suaminya pernah tinggal ketika
masih pengantin baru.
Lalu beliau
juga memintaku untuk berhenti di depan sebuah gudang mebel yang pernah menjadi
ballroom gedung kesenian tempat di mana dia menjadi penari saat masih gadis. Kadang-kadang
dia memintaku untuk memperlambat di depan sebuah bangunan tertentu atau
berhenti di sebuah sudut jalan.
Kemudian dia
keluar dari mobil. Dia duduk di situ, menatap ke sekeliling. Terkadang
dia menyentuh tembok, atau benda yang ada disana. Pandangannya menunjukkan rona
kesedihan namun tidak mengatakan apa-apa.
Tanpa terasa
matahari sudah mulai meninggalkan cakrawala. Hari sudah berganti gelap. Dia
tiba-tiba berkata, "Aku lelah. Ayo pergi sekarang !".
Kami melaju
dalam keheningan ke alamat yang telah dia berikan padaku. Sesampainya
disana, aku melihat itu adalah sebuah bangunan, seperti rumah peristirahatan
kecil. Sekelilingnya penuh dengan tanaman hias aneka warna. Suasananya
sejuk. Sangat cocok untuk menenangkan diri. Ada kolam ikan di dekat jalan
menuju pintu masuk. Beberapa kandang burung juga ada disana. Menambah
semarak suasana sekitar rumah tersebut.
Ada dua
orang perempuan berbaju perawat yang keluar dari rumah kecil itu. Mereka
membawa sebuah kursi roda. Terlihat garis kecemasan di wajah perawat itu. Mungkin
mereka sudah mengharapkan wanita tersebut dari sejak siang tadi.
Aku membuka
bagasi, mengambil koper kecil dan membawanya menuju pintu masuk. Wanita itu
sudah duduk di kursi roda.
"Berapa yang
harus saya bayar untuk ongkos taksinya nak ?" Dia bertanya, sambil merogoh
tasnya.
"Gak
usah Bu !" kataku.
"Wah !
Gak boleh begitu, Anda kan mencari nafkah," jawabnya.
“Puji Tuhan
! Akan ada penumpang lain" Aku menjawab yakin.
Tanpa
berpikir panjang, aku membungkuk dan memeluknya di kursi roda. Dia balas
memelukku dan memegang erat-erat tanganku.
"Nak...!
Anda sudah memberikan seorang wanita tua ini sebuah kegembiraan yang tiada
tara. Anda sudah
memberikan perjalanan terakhir yang menyenangkan untuk saya kenang. Terima
kasih untuk semua kebaikanmu ya Nak”.
Aku meremas
tangannya, dan kemudian berjalan ke dalam cahaya malam yang redup...
Di
belakangku terdengar pintu menutup.
Rasanya
pilu, dingin dan menyeramkan.
Seperti
tertutupnya satu buah harapan dalam kehidupan.
Aku tidak
mengambil lagi penumpang di jalan meski ada beberapa yang meminta taksiku
berhenti. Aku pergi tanpa tujuan, melamun. Selama sisa hari itu, aku hampir
tidak bisa bicara. Pikiranku melayang saat pertama kali bertemu dengan wanita
tua itu.
Bagaimana
jika bukan aku sopir taksi yang menjemputnya?
Bagaimana
jika sopir taksi yang menjemputnya itu tidak keluar dari mobil dan hanya
marah-marah sambil klakson berkali-kali untuk memberitahu bahwa taksi sudah
datang ?
Bagaimana
jika sopir taksi itu tidak mau mengantarnya jalan-jalan seharian?
Padahal di
jalan banyak penumpang yang akan memakai jasa taksinya. Aku akhirnya
sampai pada sebuah kesimpulan, bahwa aku telah melakukan sesuatu yang benar
selain mencari uang di jalanan dengan taksiku ini.
Bukankah
hidup bagaikan roda yang berputar?
Bagaimana
jika wanita tua itu adalah Ibuku sendiri?
Bagaimana
jika wanita tua itu adalah istriku sendiri?
Bagaimana
jika wanita tua itu adalah anakku sendiri?
(By Deassy M
Destiani)
________________
Pesan moral
:
Sebuah
tindakan kecil bisa jadi merupakan sebuah hal besar untuk orang lain.
Anda mungkin
tidak akan mengingat apa yang telah Anda lakukan untuk orang lain.
Namun orang
lain akan selalu mengingat apa yang telah Anda perbuat sehingga membuat
hidupnya menjadi lebih berarti.
Maka
teruslah memberi manfaat untuk orang lain dan lakukan dengan sepenuh hati.
Sebab hati
tidak pernah berbohong. Dia tahu mana yang harus Anda lakukan atau Anda
tinggalkan.
Have a
blessing day !
0 comments:
Post a Comment