Dalam menjalankan kehidupan kita, tanpa kita sadari sebenarnya kita DITUNTUN oleh PERASAAN kita. Salah bila kita merasa dituntun oleh logika kita.
Sebab
logika kita itu tunduk/patuh kepada PERASAAN kita.
Sesungguhnya
logika kita itu cuma kumpulan dari pengalaman-pengalaman kita selama ini.
Tetapi, betapa dahsyatnya kekuatan perasaan kita
dalam mengendalikan KEINGINAN kita?! Sebab
pemicu semua keinginan kita ini hanyalah perasaan kita.
Sayangnya
sebagai insan yang mengerti tentang kebenaran ALLAH SWT justru kita jualah yang
mengingkari Jalan Lurus itu! Karena kita
telah MENYERAHKAN PERASAAN kita kepada IBLIS untuk diisinya dengan perasaan
sombong, iri, cabul, tamak, serakah, dengki, jengkel, takut, kuatir, minder, emosian,
dan sebagainya.
Bila
keadaan kita sebagai pemimpin rumah tangga/perusahaan/kantor/rohani, pemimpin daerah hingga pemimpin lembaga
negara itu seperti demikian, MANA MUNGKIN kita bisa menjadi pemimpin yang
amanah & yang menjadi berkat bagi sesama kita? Sangat
tidak masuk akal !
Bagaimana
mungkin pemimpin yang memiliki perasaan sombong, iri, tamak & serakah itu
bisa menjadi motor penggerak kebaikan
dalam rumah tangganya hingga di tempat pengabdiannya? Sebab yang
ada dibenaknya ya keinginan untuk memperkaya diri, untuk mencari popularitas,
untuk mencari kedudukan dan untuk menjatuhkan orang lain belaka!
Mari kita
simak dalam Kitab Taurat tentang bagaimana awal mula Hawa jatuh dalam dosa
& sejak itulah MESIN PEMBUAT DOSA memproduksi dosa tiada hentinya.
Kejadian
3:1-5 (VMD)
[Permulaan Dosa]
Ularlah
yang terpandai dari semua binatang liar yang diciptakan TUHAN Allah. Ular
mengatakan kepada perempuan itu, “Hai perempuan, apakah benar Allah mengatakan kepadamu bahwa kamu tidak boleh memakan buah
dari pohon dalam taman?”
2 Perempuan
itu menjawabnya, “Tidak, Allah tidak
mengatakan demikian. Kami dapat memakan buah dari pohon dalam taman,
3 tetapi
ada satu pohon yang buahnya tidak boleh kami makan dari buahnya. Allah
mengatakan kepada kami, ‘Jangan makan buah dari pohon yang ada di tengah-tengah
taman. Jangan sentuh pohon itu kecuali
kamu mau mati.’”
4 Ular itu
berkata kepada perempuan itu, “Kamu
tidak akan mati.
5 Allah
tahu bahwa jika kamu memakan buah dari pohon itu kamu akan tahu tentang yang
baik dan yang jahat, dan kemudian kamu
menjadi seperti Allah.”
Asal
muasal dosa itu dimulai dari fantasi/khayalan/fikiran kita yang digiring oleh Iblis melalui
diciptakannya keinginan-keinginan yang jahat yang saling menggoda & menipu kita. Caranya
Iblis menciptakan keinginan-keinginan itu dimulai dari memasang batu pondasi dalam jiwa kita, yaitu perasaannya dia tanamkan dalam jiwa manusia.
Seperti
sejarahnya Hawa di atas, dia tertawan oleh Iblis sejak perasaannya
diiming-iming untuk berkhayal bisa menjadi
seperti Allah. Seandainya
perasaan sombong & iri itu ditolaknya masuk dalam jiwanya, pasti Hawa tidak
akan jatuh dalam dosa. Sehingga
MENTALNYA TETAP BAIK.
Oleh rahmat
& anugerah Allah SWT saja, negara kita tahu-tahu mencanangkan Revolusi Mental! Ini kalo
bukan ALLAH yang menggerakkan hati Presiden kita, sungguh tidak mungkin
seseorang dengan kesadarannya sendiri ingin mencopoti karakternya yang tidak
terpuji tersebut.
Seperti,
apakah bisa terjadi si kaya itu rela menjual mobil-mobil mewahnya untuk diberikan
kepada orang miskin? Atau bisakah
istri-istri yang terbiasa shopping barang-barang branded dengan kartu-kartu VIP yang
membuatnya ditawan oleh produsen tersebut, tahu-tahu dengan kesadarannya ingin
berhenti foya-foya dan mulai menyantuni mereka yang dalam garis kemiskinan?
Atau yang
sudah terlanjur enak dengan jabatan kursi empuk, yang otomatis terbiasa
memerintah - mampukah ia berubah menjadi
seseorang yang rendah hati yang mau mengayomi sesamanya ?
Semuanya
itu diperlukan Revolusi Jiwa ( Mental
). Harus memiliki keinginan kuat untuk
berubah.
Tapi
bagaimana mungkin keinginan kita itu mau diajak berubah ? Wong yang memicu itu
justru adalah perasaan sombong, iri, serakah & tamak?
Satu-satunya
cara ya dengan MENGUSIR PERASAAN IBLIS dari jiwa kita! Baru ada
Revolusi Jiwa / Mental.
Pengertian
ini harus kita pahami dulu dengan sebaik-baiknya. Sebab yang
kita hadapi kali ini bukan orang lain, tetapi kita melawan diri kita sendiri.
(Penulis: Pdt. Israel Yacob Hadi Winarto)
Lihat Juga:
0 comments:
Post a Comment