Untuk
mencari jawaban atas pertanyaan itu, para petinggi di kerajaan tersebut
dimintai nasihat dan pendapat. Tetapi, jawaban yang diberikan sangat
beragam dan tidak memuaskan raja. Maka sang raja pergi dari istana guna
mengunjungi seorang bijak yang terkenal, yang bertempat tinggal di bawah
kaki gunung.
Setibanya
di sana, si orang bijak terlihat sedang mencangkul tanah, penuh
perhatian dan konsentrasi. Raja menghampirinya dan berkata, "Saya datang
kemari ingin bertanya kepada Anda, orang bijak."
Setelah
ditunggu beberapa saat dan tidak ada komentar, raja tiba-tiba mengambil
sekop, membantu pekerjaan orang itu sambil melanjutkan berkata,
"Baiklah. Entah kamu mendengar atau tidak, saya tetap akan bertanya demi
kelangsungan kehidupan kerajaan ini. Pertanyaanku adalah apakah yang
telah kulakukan selama ini bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat? Selain
itu, kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan hal-hal yang bermanfaat
bagi rakyat?" Namun, orang itu tetap membisu.
Dalam
kesunyian mereka bekerja, tiba-tiba tampak seorang pemuda berlari
limbung ke arah mereka. Sekujur tubuhnya berlumur darah karena diserang
oleh serigala yang berkeliaran di sekitar sana. Raja dan si orang bijak
segera berlari memberi pertolongan, membawanya masuk ke dalam rumah,
menghentikan pendarahan, membersihkan luka, dan mengganti baju yang
robek terkoyak.
Tak
lama, raja pun kelelahan dan tertidur lelap setelah bekerja mencangkul
tanah dan mengobati si pemuda yang terluka. Keesokan hari, saat
terbangun, raja yang penasaran belum mendapat jawaban sekali lagi
mengajukan pertanyaan, sebelum pergi dari sana. Dengan senyum bijak,
orang itu menjawab, "Maafkan hamba yang tidak melayani baginda dengan
baik. Sebenarnya apa yang baginda tanyakan telah terjawab semuanya. Yang
dilakukan baginda dan bermanfat untuk rakyat adalah sikap dan perasaan
baginda setiap kali berbuat sesuatu, apapun juga, dengan tulus dan
dilandasi dengan belas kasih demi kesejahteraan rakyat dengan adil."
"Kemudian,
kapan itu harus dilaksanakan? Jawabannya adalah saat ini. Karena yang
kemarin merupakan masa lalu, dan besok sekadar harapan. Dan terbukti,
baginda tidak segan-segan membantu saya mencangkul tanah dan tidak
canggung pula saat harus menolong pemuda yang sedang terluka parah.
Membantu sesama, tanpa pamrih, serta dilakukan saat ini dengan landasan
hati belas kasih adalah tugas kita sebagai manusia."
Raja
sangat puas mendengar jawaban tersebut. "Terima kasih atas jawaban
Anda. Saya berjanji akan memerintah dengan cinta kasih agar setiap saat
selalu bermanfaat." Raja pun berpamitan untuk kembali ke istana.
Pembaca yang bijaksana,
Sebagai
manusia, siapapun kita hari ini, entah menjadi si kaya, si hebat, atau
si pandai serta entah berkedudukan atau sedang menjabat sebagai apapun,
jangan pernah lupa bahwa kita tercipta tidak sendiri. Kita semua
diciptakan oleh Yang Mahakuasa dengan segala tanggung jawab yang
menyertainya, termasuk untuk saling membantu dan saling memberi.
Karena
itu, jika ada kesempatan berbuat baik, tidak perlu nanti, tidak harus
menunggu besok. Segera singsingkan lengan baju, berbuatlah yang terbaik
bagi sekitar kita. Namun, jangan berbuat baik dengan perhitungan atau
pandang bulu, apalagi sampai ada pamrih tertentu. Sebab, sebuah tindakan
jika berlandaskan niat yang salah, akan menghasilkan hasil yang tidak
bermanfaat, bagi diri sendiri, maupun orang lain.
Berbuat
baiklah kepada sesama dengan penuh ketulusan yang mendalam dan tidak
dibuat-buat. Dan, lakukan itu di setiap kesempatan yang ada, maka hidup
akan terasa lebih indah. Sebab, laksana bibit yang kita tabur, sebuah
kebaikan yang kita tanam kelak buahnya kita sendiri yang akan menuainya.
Ingat:
jangan pernah meremehkan niat baik dan perbuatan baik sekecil apapun.
Semoga kebaikan membantu sesama membuahkan kebahagiaan untuk kita
bersama.
Salam hangat luar biasa!
(Koran SINDO, edisi 20 Februari 2017)
0 comments:
Post a Comment